Pengamalan Pancasila
Dalam mengamalkan
Pancasila dapat dilaksanakan secara objektif dan subjektif, keduanya merupakan
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
1. Pengamalan secara
objektif
Pengamalan secara
objektif merupakan pelaksanaan dalam bentuk realisasi nilai-nilai Pancasila
pada setiap aspek penyelenggaraan negara, baik di bidang legislatif, eksekutif
dan yudikatif, serta semua bidang kenegaraan terutama yang direalisasikan dalam
bentuk perundang-undangan negara Indonesia.
Pengamalan pancasila
secara objektif menurut Notonegoro meliputi:
a. Tafsir
Undang-Undang Dasar 1945 harus dilihat dari sudut Pancasila.
b. Pelaksanaan
Undang-Undang Dasar 1945 dalam undang-undang harus mengingat dasar pokok
pikiran yang tercantum dalam Pancasila.
c. Interpretasi dan
pelaksanaan undang-undang harus mengingat unsur- unsur yang tercantum dalam
Pancasila.
d. Interpretasi dan
pelaksanaan undang-undang harus lengkap dan menyeluruh meliputi semua bidang dari
tingkat penguasa, dari pusat sampai daerah.
e. Seluruh hidup
kenegaraan dan tertib hukum Indonesia didasarkan atas dan ditujukan kepada,
serta diliputi oleh azas filsafat dan azas politik serta tujuan negara yang
terkandung dalam pokok-pokok pikiran pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Sedangkan realisasi
pengamalan Pancasila secara konkrit harus tercermin dalam setiap penentuan
kebijaksanaan kenegaraan, antara lain sebagai berikut.
a) Garis-Garis Besar
Haluan Negara.
b) Hukum dan
perundang-undangan peradilan.
c) Pemerintahan.
d) Politik dalam dan
luar negeri.
e) Keselamatan,
keamanan dan pertahanan.
f) Pendidikan.
2. Pengamalan secara
subjektif
Pengamalan Pancasila
secara subjektif ini sangat penting, karena menentukan keberhasilan atau
kegagalan dalam mengamalkan Pancasila. Pengamalan subjektif dapat diartikan
sebagai pengamalan dalam diri pribadi setiap warga negara setiap individu,
setiap penduduk, setiap penguasa dan setiap orang Indonesia.
Dalam pengamalan
Pancasila secara subjektif proses pendidikan adalah jalan yang dipandang baik.
Baik pendidikan secara formal maupun pendidikan secara informal. Dengan proses
pendidikan diharapkan seseorang akan memperoleh pengetahuan, kesadaran,
ketaatan, kemampuan, kebiasaan, mentalitas, watak dan hati nurani yang dijiwai
oleh nilai-nilai Pancasila. Dengan belajar akan diperoleh banyak ilmu
pengetahuan. Pengetahuan banyak sekali manfaatnya, pengetahuan dapat berupa
pengetahuan biasa, pengetahuan filsafat, pengetahuan ilmiah dan sebagainya. Dan
tak kalah pentingnya adalah pengetahuan ideologis. Pengetahuan yang dimiliki
seseorang akan mengetahui pola pikirnya. Bila pengetahuannya dangkal, pola
pikirnya akan picik. Lain halnya dengan orang berpengetahuan luas. Pola
pikirnya akan jauh ke depan apalagi bila ditunjang dengan pengalaman yang
banyak.
Moral dapat
diartikan sebagai tata kelakuan. Sehingga orang yang taat moral akan mentaati
aturan-aturan dan petunjuk-petunjuk dalam berperilaku. Hanya melakukan
perbuatan yang boleh dilakukan. Sedangkan perbuatan yang dilarang akan
ditinggalkan moral memberikan ajaran yang baik dan buruk, benar,salah, moral
juga seringdisebutdenganetika, yang memberikan batas-batas yang jelas kepada
individu selaku anggota masyarakat agar berperilaku sesuai dengan aturan yang
berlaku. Supaya individu tersebut diakui dan diterima sebagai anggota
masyarakat. Moral juga mempunyai fungsi menjaga solidaritas antara anggota
dalam masyarakat.
Bahkan butir-butir
Pancasila yang dijabarkan kedalam 36 butir juga memuat ajaran moral yang dapat
meningkatkan hakikat dan martabat manusia disisi Tuhan Yang Maha Esa, juga
martabat manusia diantara sesamanya. Moral yang terkandung di dalam Pancasila
menghasilkan manusia yang mempunyai keseimbangan lahir batin. Keseimbangan hak
dan kewajiban, menghormati sesama manusia, mempertebal solidaritas berbangsa
dan bernegara tidak membedakan manusia berdasarkan strata apapun.
Dalam mengamalkan
Pancasila yang objektif sebagai dasar negara membawa implikasi wajib hukum,
maksudnya bila tidak taat kepada Pancasila dapat dikenai sanksi yang tegas
secara hukum. Demikian pula pengamalan Pancasila secara subjektif, apabila
dalam pelaksanaan dan pengamalannya tidak benar sanksi yang muncul lebih
sebagai sanksi dari hati nurani dari masyarakat. Kita akan dijauhi bahkan
dikucilkan oleh masyarakat.
Penulis : Dwi Ananta
Comments
Post a Comment